Wednesday, June 24, 2015

Malewa dan Mangalewa

/indra nara persada

SUATU hari saya dihardik oleh seorang yang lebih tua, “Waang indak baradaik!

Tahu kenapa?

Hanya karena –sekali lagi– hanya karena saya ‘memberontak’ mengatakan, bahwa mayat yang sedang terbujur di rumah ibu saya harus segera dimandikan. Hanya karena saya tahu, bahwa mayat tak dibolehkan berlama-lama di atas rumah. Apalagi, mayat yang di rumah ibu saya waktu itu, sudah meninggal sejak kemarinnya. Ia meninggal karena tabrakan. Karena beberapa hal di rumah sakit, mayat terlambat dibawa ke rumah. Tak sempat dimakamkan hari itu juga.

Hari ini, sudah nyaris pula pukul 11.00. Artinya, hampir 24 jam mayat itu belum terkubur.
Kenapa ‘bako’ harus tetap ditunggu?

“Tunggu dulu bako datang,” begitu alasan orang yang mengatakan saya tak beradat itu.

Pantaskah bako itu ditunggu juga, walau terlambat sekalipun? Begitukah menurut alurnya sehingga mayat yang sudah jelas wajib hukumnya untuk dikuburkan segera, tapi terpaksa menunggu bako untuk bisa dimandikan dan dikafani?

***

KALI yang lain. Saya kembali dituding sebagai tak beradat.

Peristiwanya lain lagi.

Seorang mamak kaum saya memarahi saya, karena menganggap saya telah menyimpang dari jalur adat. Ia tidak membolehkan saya menikahkan adik perempuan saya dengan seorang lelaki lain, karena sepesukuan. Walaupun ia mengembel-embeli, saya boleh menikahkannya asal dilakukan tidak di kampung saya. “Malu saya,” katanya. (Saya juga tidak mau memenuhi persyaratan, bahwa kawin sepesukuan harus membantai seekor kerbau).

Saya hanya memberontak, karena ia merasa malu itu. Masa iya, seorang yang telah dituakan, menjadi mamak kaum, harus malu hanya karena sebuah aturan adat yang tidak mutlak?

***

DUA ‘kasus’ di atas, mungkin hanya dua contoh dari sekian banyak ‘kasus’ serupa.

Bukankah sebagai orang Minangkabau saya harus tahu, bahwa ‘Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah’?

Artinya, saya harus memberi dasar dan menyandarkan setiap kegiatan adat (dan kegiatan diri saya) pada firman Allah dan sabda Rasulullah. Pada Al Qur’an dan Hadist!

Itulah adat Minang, yang ‘indak lapuak dek ujan, indak lakang dek paneh’! Adat yang sebenar adat!

Nah, kenapa harus marah kalau saya tahu bahwa mayat harus disegerakan penguburannya?

Kenapa harus marah, kalau saya menikahkan adik perempuan saya dengan seorang lelaki sepesukuan, sementara lelaki itu bukanlah sedarah (menurut agama) dengan saya atau adik saya?

Kenapa mamak saya itu harus malu, sedangkan ia juga mengaku seorang yang beragama?

Saya tidak melanggar adat yang sebenar adat, adat yang besandi syara’ dan syara’ yang bersandi Kitabullah.

Begitulah!

Mempertahankan adat Minangkabau, tidak berarti kembali kepada Minangkabau masa lampau. Tapi dengan mempertahankan prinsip-prinsip dari adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah. Bila bisa mempertahankan prinsip-prinsip adat itu, maka adat dan budaya Minangkabau tidak akan tenggelam dalam perubahan.

Ya, begitulah adat Minangkabau!

Begitu pulalah tantangan sosial masyarakat yang harus dihadapi para pemangku adat; penghulu, ninik mamak, maupun yang harus dihadapi alim ulama, dan cerdik pandai yang masih mengaku sebagai orang Minangkabau.

Banyak sudah gelar adat yang dilewakan, tapi lebih banyak lagi masalah adat yang masih mangalewa di tengah kehidupan masyarakat Minangkabau sendiri. Banyak anggota masyarakat tak dapat membedakan, mana adat yang teradat, adat yang diadatkan, adat istiadat, dan adat yang sebenar adat.

Adat yang teradat, adat yang diadatkan, adat istiadat, boleh berubah. Adat yang sebenar adat, bersandi syara’ bersandi Kitabullah, itulah adat dan budaya Minangkabau yang tak akan tenggelam dalam perubahan!

Atau….

Adakah yang berminat merubah adat Minangkabau untuk tidak bersandi syara’ tidak bersandi Kitabullah? Itulah dia yang berada di jalur kekufuran!

Saya orang Minang.

Innashalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin! ***


[Tulisan ini dimuat sebagai ‘Komentar’ di harian Singgalang, Rabu, 9 April 1986]

1 comment:

  1. Arati e lai tau jo "kato Mandaki, melereang jo manurun " kali. hehehehe

    ReplyDelete